JURnaL Celebes. Sebuah langkah strategis, maju, dan popular diambil Parlemen Australia. Selasa (9/11), Parlemen Negeri Kanguru itu akhirnya meloloskan undang-undang pajak karbon. Regulasi ini mengatur pajak karbon sebesar US$23,78 per ton karbon untuk 500 perusahaan yang dianggap sebagai penghasil polusi terbesar mulai Juli 2012, sebelum melangkah ke skema pasar karbon pada Juli 2015.
Seperti diberitakan BBC, Selasa, lolosnya undang-undang ini menjadi tonggak reformasi ekonomi terbesar negeri itu dalam satu dekade terakhir. Selain itu, disahkannya undnag-undang pajak emisi karbon ini menjadi sebuah dorongan tambahan menjelang konferensi perubahan iklim di Afrika Selatan, Desember mendatang.
"Ini adalah sebuah langkah positif dalam upaya global menghadapi perubahan iklim. Ini menunjukkan Australia telah siap menggunakan mekanisme pasar dalam mengurangi emisi karbon melalui cara yang murah," kata analis karbon Deutsche Bank, Tim Jordan, kepada BBC.
Disahkannya undang-undang ini adalah kemenangan terbesar Perdana Menteri Julia Gillard yang mempertaruhkan pemerintahannya untuk skema pajak karbon paling komprehensif di luar Eropa, meski banyak kalangan menentang niatnya ini.
Perusahaan yang masuk dalam daftar 500 perusahaan ini harus mendapatkan izin untuk setiap ton karbon yang mereka hasilkan.
"Hari ini menandai awal masa depan energi bersih Australia. Hari ini adalah saat bersejarah, sebuah reformasi yang sudah lama tertunda," kata Menteri Keuangan Penny Wong di hadapan para senator Australia.
Sebelum undang-undang ini disahkan, politisi Australia terlibat dalam perdebatan panjang soal besaran pajak karbon selama satu dekade dan melewati 37 kali pengajuan ke parlemen.
Undang-undang ini nantinya akan mengikat Australia, Selandia Baru dan Uni Eropa dalam skema pasar karbon. Negara bagian Kalifornia, AS memulai skema sama pada 2013, sementara Cina dan Korea Selatan tengah membahas program perdagangan karbon.
India sudah memiliki undang-undang batubara, sementara Afrika Selatan berencana mengenakan pajak untuk para penghasil polusi tertinggi.
Selain mengenakan pajak bagi para polutan tertinggi, undang-undang ini juga menjamin pemberian insentif bagi perusahaan yang berinisiatif mengurangi emisi karbonnya.
Skema ini diharapkan bisa membantu Australia mencapai tujuannya mengurangi emisi karbon sebesar 5% pada 2020.
Namun efek pajak karbon ini segera dirasakan perekonomian negeri itu mulai dari sektor pertambangan hingga produsen LNG, penerbangan dan industri baja.
Semua sektor industri akan berlomba membuat perusahaan mereka lebih efisien dalam penggunaan energi dan mencari alternatif bahan bakar dengan menggunakan gas atau energi terbarukan lain.
Seperti diketahui, Australia menyumbang 1,5% emisi karbon global, namun kini negeri benua itu berkembang menjadi penghasil emisi karbon per kapita tertinggi dunia karena ketergantungannya terhadap batu bara untuk pembangkit listrik. (mus)