Laporan Wawa Nirwana
AMAN Sulsel
|
JURnaL Celebes. Menelusuri jalan naik turun serta berkelok-kelok seperti huruf S. Dari kejauhan pemandangan indah nan asri jauh dari hiruk pukuk kota. Tidak lama berajalan dari Desa Ere Lembang, sekitar setengah jam terlihatlah Dusun Matteko yang di kanan kirinya hanya terdapat pohon pinus mengeluarkan aroma khas. Dusun tersebut berada di Kecamatan Tombbolo Pao, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Tanggal 31 Oktober 2011, Sardi Razak Ketua Badan Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (BPH AMAN) Sulawesi Selatan beserta dua orang anggota komunitas Pattallasang Mukhlis dan Ismail. Mereka mengunjungi dusun tersebut atas permintaan Drs. Abdul Gani, Kepala Dusun Matteko, tiga hari sebelumnya.
Warga Dusun Matteko menyambut kedatangan BPH AMAN dengan rasa kekeluargaan. Sekitar 20 warga yang berkumpul di rumah kepala dusun bukan hanya orang tua, tetapi juga anak-anak dan pemuda, lima diantaranya perempuan. Walaupun dengan wajah mengatuk karena hari yang telah larut, namun mereka tetap bersemangat mengikuti diskusi yang difasilitasi oleh Ketua BPH AMAN Sulsel.
Sardi Razak lelaki yang akrab disapa Ian itu, mengawali diskusi dengan menerangkan masalah yang terjadi di beberapa daerah.
“Persoalan yang terjadi di dusun ini, juga terjadi di desa lain” kata laki-laki yang terlihat serius itu.
Puang Ramma (50) menceritakan bahwa jauh sebelum Indonesia merdeka, telah ada kampung di dekat Dusun Matteko. Kampung itu dinamakan Balombong. Namun kampung tersebut sekarang tidak dihuni lagi karena warganya telah pindah ke Dusun Matteko sejak 1957. Nama Matteko yang artinya berbelok-belok itu diberikan oleh seorang tokoh asal Blombong, yang sekarang telah tiada. Kini Dusun Matteko dihuni sekitar 80 kepala keluarga yang jaraknya berjauhan.
Warga Matteko serius memperhatikan penjelasan Ketua BPH AMAN Sulsel dalam Diskusi. (foto: wawa) |
“Pada tahun 1978 warga dusun disuruh menyiapkan lahan untuk penanaman pinus tapi itu tanpa penjelasan. Setahun setelah penanaman, Dinas Kehutanan Kabupaten Gowa kemudian menetapkan Dusun Matteko sebagai Kawasan Hutan Lindung (KHL),” kata Abd Gani yang juga menjabat sebagai kepala sekolah di madrasah tsanawiyah.
Sejak Dishut menetapkan Dusun Matteko sebagai KHL, warga dilarang memafaatkan hasil hutan.
“Kami dilarang menebang pohon pinus, padahal kami yang menanamnya tapi kalau pohon lain tidak apa-apa,” kata Puang Ramma, yang juga seorang anggota veteran.
“Bahkan telah ada dua orang yang ditangkap karena menebang pohon pinus,” lanjut Puang Ramma.
Warga yang ditangkap bernama Suhardi dan Salu. Keduanya ditangkap sekitar tahun 2010 dan ditahan selama 14 bulan. Awalnya mereka menebang pohon karena ingin membuat areal persawahan tetapi didapati oleh pihak kehutanan yang bertindak sebagai Polisi Kuhutanan (polhut) akhirnya merekapun ditangkap.
Dahulu warga Dusun Matteko mempunyai kelembagaan adat yang disebut sebagai Gallarang, Namun sejak penetapan KHL tersebut, kelembagaan merekapun terabaikan. Kini warga dusun Matteko merasa tidak tenang kerena tidak adanya kejelasan dari pihak kehutaan mengenai status dusun mereka apakah masuk dalam Kawasan Hutan Lindung (KHL) atau tidak.
Akhir dari pertemuan dengan BPH AMAN Sulsel, ada kesepakatan berupa beberapa agenda ke depan yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak warga Dusun Matteko yang selama ini tidak jelas statusnya. (wawa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar