Untuk Pelestarian Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Lebih Baik

Jumat, 30 Januari 2009

Ancaman Gelombang dan Hujan Deras


JURnaL - Mulai Sabtu, 31 Januari hingga 2 Februari 2008, ancaman gelombang hingga melebihi empat meter mengancam perairan timur Indonesia. Di Sulawesi Selatan, gelombang tinggi mencapai empat diperkiraka terjadi di Selat Selayar, sementara di Selat Makassar kemungikinan mencapai tiga meter. Selain itu, hujan deras dan hujan terus menerus akan melanda Makassar dan beberapa kabupaten di sekitarnya masing-masing Gowa, Takalar, Maros, Pangkep, dan Barru. Kondisi ini menjadi warning bagi transportasi laut dan para nelayan.
  Sesuai informasi rutin yang diterima JURnaL Celebes dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Wilayah IV Makassar, 30 Januari 2008, gelombang satu sampai dua meter diperkirakan terjadi perairan Donggala dan Mamuju, Laut Seram dan Laut Sulawesi. Di perairan ini berbahaya bagi perahu nelayan.
  Sementara gelombang dua hingga tiga meter diprakirakan terjadi di perairan Balikpapan, Selat Makassar, perairan Majene, laut Maluku bagian selatan, dan laut Halmahera. Kondisi bahaya di perairan-perairan tersebut mengamcam bagi perahu nelayan, tongkang, dan kapal fery.
  Sedangkan gelombang tiga hingga empt meter diprediksi terjadi di perairan Sangihe Talaud, perairan Sabalana Selayar, serta perairan Tukang Besi dan Masilina Doangdoang. Kerawanan di wilayah perairan tersebut dapat mengancam keselamatan bagi perahu nelayan, kapal tongkang, kapal tugboat, roro, LCT dan kapal fery.
  Keganasan gelombang lebih dari empat meter diperkirkan terjadi di Laut Banda dan perairan Tual Maluku. Pada perairan terdalam di Indonesia ini hingga 2 Februari, amukan gelombang mengancam semua jenis transportasi laut.
  Sementara di Kota Makassar dan sekitarnya, hujan terus-menerus sepanjang hari terjadi pada Kamis 29 Januari. Hingga Jumat 30 Januari siang, hujan masih turus terus-menerus meski dalam intensitas rendah. (m)

Selasa, 27 Januari 2009

JMPB Makasar Rapat Tindaklanjuti Bencana Banjir di Sulbar


JURnaL - Jaringan Masyarakat Peduli Bencana (JMPB) Makassar, Selasa (27/1) melakukan rapat menindaklanjuti hasil assessment bencana banjir di Sulawesi Barat, yang dilaporkan dalam rapat, Rabu (21/1) lalu. Dalam rapat yang dilaksanakan di Kantor JURnaL Celebes, Jl. Damar 48, Panakukkang, Makassar tersebut, antara lain diputuskan JMPB Makassar masih akan terlibat dalam penanggulangan pascabencana yang merenggut 13 jiwa tersebut.
  JMPB Makassar akan menunggu iformasi dari Posko Nahdlatul Ulama di Poelwali. Dalam pekan ini, JMPB Makassar akan berupaya menggalang bantuan, terutama kebutuhan yang kurang terpenuhi, misalnya obat-obatan untuk mengantisipasi penyakit yang timbul pascabencana banjir. Disamping itu, kebutuhan lain misalnya kebutuhan anak-anak dan perempuan, serta pakaian layak pakai.
  JMPB Makassar juga kemungkinan akan memediasi berbagai pihak untuk memberikan bantuan material, terutama berupa bahan-bahan bangunan, mengingiat ribuan rumah penduduk hanyut dan rusak berat dalam musibah ini.
  Sampai Selasa, sesuai informasi, bantuan sudah mulai menjangkau sejumlah wilayah yang terisolir saat tejadi bencana. Jika beberapa hari terakhir, bantuan harus disalurkan lewat udara, maka mulai dua hari terakhir, sudah ada kendaraan darat yang bisa menjangkau wilayah tersolir, setelah kerusakan infrastruktur bisa diatasi secara darurat.
  Sampai Selasa (27/1), Posko Induk di Polewali, Ibukota Kabupaten Polewali Mandar, serta beberapa posko di sejumlah kecamatan, tidak berfungsi maksimal. Hal ini disebabkan karena penangangan bencana banjir yang melanda Kabupaten Polman dan Majene, Sulawesi Barat ini, tidak ditangani dengan baik. Minimnya koordinasi dan akses informasi, menyebabkan penyaluran bantuan juga kacau balau.
  Selain kurang, relawan yang bekerja dalam bencana yang terjadi Sabtu (10/1) lalu tersebut, juga para relawan tidak terkoodinir, sehingga terpaksa harus melakukan aktivitas masing-masing.
  Seperti diberitakan sebelumnya, banjir di Polam dan Majene ini menimbulkan kerussakan material antara lain 1.640 rumah rusak parah, 562 rumah hanyut dan 3.930 rusak ringan. Fasilitas lain yang rusak berat dan ringan di antaranya sekolah, pasar, instalasi listrik.
  Sedangkan hingga Selasa, data pengungsi atau korban bencana tersebut masih simpang-siur. Petugas di posko mengalami kesulitan mengidentivikasi masyarakat yang terkena dampak bencana, karena umumnya mereka menumpang di keluarga masing-masing, setelah hunian mereka rusak diterjang banjir. (m) 

Warga Korban Banjir Sulbar Tolak Direlokasi


JURnaL - Warga korban banjir di Polewali Mandar (Polman) menolak direlokasi. Sesuai informasi yang diterima dari Posko Bencana Sulbar di Polewali, Selasa (27/1), pemerintah setempat berencana memindahkan (merelokasi) warga di areal rawan bencana banjir ke tempat lain.
  Rencana ini kontak ditolak masyarakat korban bencana di Desa Sepabatu, Kecamatan Alu. Meski demikian, belum diperoleh informasi, tempat relokasi warga yang korban bencana tersebut, meski pemerintah bermaksud memindahkan warga ke tempat aman.
  Haedar Tasaka dari JMPB Makassar yang melakukan assessment bencana tersebut menjelaskan, Desa Sepabatu yang dilanda banjir memang benar-benar rawan. Sebagian rumah warga yang sudah amblas diterjang banjir, memang didirikan di areal bantaran sungai, yang benar-benar terancam.
  Namun, mengingat warga sudah menghuni dan menggarap tanah di areal tersebut sudah turun-temurun, sehingga susah dipindahkan. Apalagi jika kemudian pemerintah memindahkan ke wilayah yang dianggap tidak sama dengan tempat sebelumnya, atau di lahan yang kritis.
  Ini hal klasik, ketika terjadi bencana, pemerintah daerah sering mengambil keputusan cepat untuk memindahkan warga, dengan tidak didahului dengan berbagai pertimbangan dan analisa. Kebijakan seperti ini tak jarang menimbulkan masalah berbuntut pada penolakan masyarakat memenuhi relokasi.
  Relokasi adalah jalan terakhir, ketika tidak ada lagi altrnatif lain. Namun, mesti dipertimbangkan dari berbagai aspek, baik sosial mapun budaya. (m)

Kamis, 22 Januari 2009

JMPB Makassar Laporkan Assessment Bencana Sulbar





JURnaL - Tim Assessment dari Jaringan Masyarakat Penanggulangan Bencana (JMPB) Makassar yang melaksanakan asessment untuk bencana banjir di Kabupaten Polewali Mandar (Polman) dan Kebupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat, Rabu (21/1) melaporkan hasil assessment, dalam rapat JMPB Makassar, dilaksanakan di Kantor JURnaL Celebes. Dalam pertemuan dihadiri perwakilan dari delapan lembaga tersebut, Haedar Tasaka dari AMAN Sulsel dan Ai Marjayanti dari JURnaL Celebes melaporkan hasil assessment mereka di enam kecamatan yang dilanda banjir.
  Wilayah paling parah terkena banjir adalah Kecamatan Allu dan Tinambung. Semua korban jiwa sebanyak 10 orang adalah warga Allu.
Bencana diakibatkan oleh banjir setelah hujan terus-menerus kurang lebih satu hari. Air mulai naik sekitar pukul 10.00 wita, Sabtu (10/1). Banjir berasal dari luapan Sungai Mandar, kecamatan Tinambung, Desa Sepabatu, serta Sungai Malloso.
  Bencana banjir yang terjadi merupkan banjir dengan siklus 10 tahunan. Banjir besar telah terjadi 1987, 1999, 2000, 2009.
  Haedar dan Ai mengemukakan, menemukan kesulitan di lapangan, karena tidak tersedianya data. Penanggulangan bencana ini tampaknya tidak terkoordinir. Banyak bantuan menumpuk di Posko.  
  Para pengungsi tidak berada di posko yang disiapkan. Mereka lebih memilih tinggal di rumah keluarga masing-masing. Masalah lain yang menyangkut pengungsi karena tidak tersedinya tenda untuk pengungsi (shelter) di hampir semua kecamatan.
  Koordinasi menjadi masalah utama dalam tanggap darurat hingga pascabencana. Akibatnya banyak relawan yang bingung, apa yang harus dikerjakan, seperti sudah dilansir media ini sebelumnya. Ada Satkorlak Sulbar, tapi masing-masing pihak melakukan mandat sendirii, disamping terkesan bingung apa yang harus dilakukan.
  Selain itu, tidak dilakukan registrasi penduduk terkena bencana, menyebabkan pihak-pihak yang membutuhkan informasi untuk menjadi acuan pemberian bantuan, sangat kesulitan.
  Faktor kesulitan juga berupa lokasi bencana yang satu dengan lain sangat berjauhan. Sementara beberapa wilayah yang dilanda bencana terisolir karena rusaknya infrastruktur berupa jalan raya dan jembatan. Korban bencana yang tersolir, satu satu pekan setelah bencana, belum bisa diaskes bentuan, kecuali lewat helikopter yang disebut dari pemerintah, tetapi dilebeli spanduk Partai Golkar.
  Data tentang kerussakan material antara lain 1.640 rumah rusak parah, 562 rumah hanyut dan 3.930 rusak ringan. Fasilitas lain yang rusak berat dan ringan di antaranya sekolah, pasar, instalasi listrik. 

Bantuan yang Dibutuhkan

Bantuan yang mendesak saat untuk korban bencana antara loain pakaian, khususnya pakaian wanita, anak-anak, dan sarung, obat-obatan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi diare dan penyakit pascabanjir lainnya, serta, pompa air atau sarana air bersih, peralatan mandi, mencuci, dan masak.
  Disamping itu, untuk rekonstruksi, warga yang terkena bencana sangat membutuhkan bantuan berupa bahan-bahan bangunan.
  Melihat kondisi lapangan serta kurangnya peran dan koordinasi, JMPB Makassar masih akan berpartisipasi dengan rencana mengirim 10 orang relawan ke pada tanggal 26 Januari 2008, tergantung situasi.
  Kini JMPB Makassar membuka jaringan informasi dengan Posko Unasman dan Posko NU di Polewali, selain Posko Induk di Jalan di Jl. Andi Depu 147 Polman (0428 – 21186). (m)

Senin, 19 Januari 2009

Kebutuhan Pascabencana Sulbar



JURnaL - Pascabencana banjir Sabtu (10/1) lalu menyisakan berbagai persoalan. Salah satunya adalah minimnya bantuan, terutama bantuan yang benar-benar memenuhi kebutuhan para korban bencana.
  Tim Assessment dari Jaringan Masyarakat Peduli Bencana (JMPB) Makassar Haedar Tasaka dari AMAN Sulsel dan Ai Marjayanti dari JURnaL Celebes melaorkan, pascabencana, warga sangat membutuhkan bantuan selain makanan, sarana dan prasarana air bersih, obat-obatan untuk mengantisipasi penyakit yang akan mewabah, serta peralatan rumah tangga.
  Hingga satu pekan, belum ada warga yang mengidap penyakit. Tetapi ini bukan berarti terlepas dari penyakit-penyakit pascabencana banjir. Sebab, bila melihat kondisi yang terjadi di lapangan, potensi penyakit pascabencana kemungkinan terjadi, misalnya muntaber, gatal-gatal, demam, influensa, ispa dan lain-lain akan diderita warga. Apalagi dalam suasana hujan yang terus-menerus.
  Hingga satu pekan bencana, masih ada beberapa wilayah yang terislir karena rusaknya infrastruktur. Jika ini tidak diatasi, masyarakat yang terisolir akan mengalami kesulitan, terutama jauh dari fasilitas kesehatan berupa puskesmas. (m)

Inkoordinasi dan Minin Bantuan



JURnaL - Upaya tanggap darurat bencana banjir di Kabupaten Polewali Mandar dan Kebupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat, terkesan amburadul. Karena tidak ada persiapan memadai, akhirnya timbul masalah terutama minimnya koordinasi. Akibatnya bantuan selain bertumpuk di Posko, juga penyaluran bantuan tidak merata.
  Tim Assessment dari Jaringan Masyarakat Peduli Bencana (JMPB) Makassar, Haedar Tasaka dari AMAN Sulsel dan Ai Marjayanti dari JURnaL Celebes melaporkan, sebagian wilayah yang terkena bencana belum memperoleh bantuan yang memadai. Hal ini disebabkan karena minimnya koordinasi, juga ada beberapa wilayah yang masih terisolir lantaran rusaknya infrastruktur.
  Karena tidak ada koordinasi yang baik, para penyalur bantuan juga langsung ke wilayah-wilayah yang hanya gampang dijangkau. Sedangkan banyak korban bencana terutama di wilayah terisolir, sebenarnya sangat membutuhkan bantuan.
  Akibat tidak didukung manajemen tanggap darurat yang baik, bantuan-bantuan yang selama satu minggu ini hanya berupa makanan yakni beras dan mie instant. Padahal, warga yang rumahnya rusak parah tentu juga membutuhkan bantuan berupa bahan bangunan.
  Selain itu, Posko Induk di Polewali juga terkesan sangat birokratif. Tim Assessment JMPB Makassar ingin melaukan shering data ketika kembali dari lapangan. Namun, permintaan tersebut ditolak petugas posko dengan alasan harus ada persetujuan tertulis dari pemerintah daerah dan kepala desa dimana tempat mengambil data. (m)

Pasar Lenyap, 423 KK Kehilangan Rumah di Petoosang





JURnaL - Duka nestapa mendera sekitar 423 kepala keluarga di Desa Petoosang, Kecamatan Alu, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Dalam bencana banjir, Sabtu (10/1) lalu, desa ini benar-benar luluh-lantah. Satu pasar lenyap menyisakan bekas berupa tanah kosong.
  Sejumlah fasilitas umum dan infrasruktur rusak total, bahkan amblas diterjang banjir. Sampai satu minggu, warga korban bencana belum mendapat bantuan memadai. Mereka bergotong-royong memungut kembali sisa-sisa bangunan untuk membuat tempat hunian sementara.
  Tim Assessment dari Jaringan Masyarakat Peduli Bencana (JMPB) Makassar, Haedar Tasaka dari AMAN Sulsel dan Ai Marjayanti dari JURnaL Celebes di lokasi kejadian melaporkan, Desa Petoosang merupakan wilayah yang paling parah dari bencana banjir kali ini.
  Letak desa ini memang sangat rentan, karena dikepung dua sungai. Karena itu, ketika pukul 06:00 wita, Sabtu (10/1), saat banjir sudah menggenangi desa tersebut, warga tidak bisa lagi menyelematkan diri dengan keluar dari desa.
  Dalam suasana panik di pagi itu, Kepala Dusun 3 langsung mengkoordinir warga. Mereka langsung diungsikan ke bukit. Di atas bukit itulah, warga menyaksikan rumah dan segala fasilitas di desa amblas diterjang banjir.
  Setelah beberapa jam di atas bukit, warga ketakutan karena tinggal beberapa meter lagi, genangan air itu mencapai puncak bukit. Jika sampai menggenagi puncak bukit itu, maka ratusan warga tersebut akan ikut hanyut, karena tidak mungkin mereka lari ke arah belakang bukit, karena di tempat itu dibatasi sungai yang telah meluap.
  Warga akhirnya hanya pasrah dan berdoa menyaksikan berbagai material umumnya kayu gelondongan yang tercabut dengan akar-akarnya, menyerbu desa itu. Untung saja, hujan reda dan kemudian genangan bajir perlahan-lahan surut.
  Kini sejauh mata memandang, desa tersebut tinggal puing-puing rumah yang hancur berantakan, serta tumpukan material yang umumnya kayu gelondongan. Warga masyarakat yang mengumpulkan puing-puing rumah dan kembali membangun menjadi hunian sementara mengungkapkan kesedihan di antaranya menulis di puing-puing kehancuran pada batang kayu dan papan dengan ungkapan mialnya ’’Dusun 3 Hancur, Lena Tinggal Kenangan’’.
  Di desa ini ada lima dusun. Keruskan paling parah di Dusun 3, karena berada pada posisi paling rendah.
  Sampai sepekan, tidak ada posko bantuan di desa ini. Warga yang berusaha secara gotong royong untuk membenahi apa yang masih bisa digunakan. (m)

Posko Pemerintah Dimanfaatkan Partai


JURnaL - Penanggulangan bencana banjir di Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene, Provisni Sulawesi Barat, yang tidak maksimal, akibat minimnya koordinasi, ternyata juga dimanfaatkan pihak tertentu untuk kepentingan politik. Jika ada calon legislatif atau partai ingin berpartisipasi, semestinya tidak menumpang atau memanfaatkan fasilitas yang disediakan pemerintah.
  Tim Assessment dari Jaringan Masyarakat Peduli Bencana (JMPB) Makassar Ai Marjayanti dari JURnaL Celebes dan Haedar Tasaka dari AMAN Sulsel melaporkan, 
salah satu posko berupa tenda yang dipasang Departemen Sosial di Kecamatan Alu, dimanfaatkan salah satu caleg dan Partai Golkar. Di depan tenda tersebut dipasang spanduk caleg, sementara di sekeliling posko terpasang beberapa bendera Partai Golkar. Padahal di atap tenda tersebut telah tertulis Departemen Sosial RI.
  Hal ini disayangkan karena seharusnya caleg dan Partai Golkar tidak memanfaatkan fasilitas bantuan yang diberikan pemerintah. Hal ini bisa membuat pihak-pihak lain yang memberikan bantuan akan menghindari posko ini, karena menganggap bahwa fasilitas posko tersebut milik caleg dan Partai Golkar, yang tentu ditumpangi kepentingan politik.
  Pada Minggu (18/1) Partai Golkar juga memanfaatkan helikopter untuk mendistribusikan bantuan di beberapa desa yang terisolir karena rusaknya infrastruktur akibat banjir. Di badan heli tertulis Partai Golkar dengan nomor urut partai. (m)

300 Meja MAN Amblas




JURnaL - Derita memilukan akibat bencana banjir di Polman dan Majene, Sulawesi Barat, Sabtu (10/1) lalu juga dirasakan para siswa dan guru Madrasah Aliah Negeri (MAN) Polewali Mandar. Gedung sekolah yang berada di Jl. Raya Majene, Kecamatan Mappili, ini terpaksa harus memindahkan proses belajar-mengajar di rumah-rumah penduduk dan gedung sekolah terdekat yang tidak dilanda bencana.
  Kepada Tim Assessment Jaringan Masyarakat Peduli Bencana (JMPB) Makassar, Haedar Tasaka dari AMAN Sulsel dan Ai Marjayanti dari JURnaL Celebes, Kepala MAN Polewali Mandar Dra. Hj. Ruaedah, SPd, MSi menyatakan kerugian sementara ditaksir Rp 1,5 miliar.
  Ruaedah merinci fasilitas sekolah tersebut yang rusak dan hilang di antaranya 300 pasang meja-kursi belajar hilang karena dihanyutkan banjir. Fasilitas perpustakaan serta laboratorium Bahasa dan IPA serta berbagai fasilitasnya rusak berat, sebagian sarananya ikut dihanyutkan banjir. Kemudian lapangan tenis dan lapangan basket juga rusak diterjang banjir.
  Sebanyak 35 unit komputer juga ikut ditelan banjir. Sarana itu tidak bisa digunakan meski tidak sempat dihanyutkan seperti bangku dan meja.
  Pagar beton bagian depan sepanjang 30 meter ambruk diterjang banjir. Kondisi yang sama juga menimpa pagar keliling bagian belakang gedung sekolah sepanjang 150 meter.
  Kisah Ruaedah, pada hari Sabtu (10/1) meski hujan yang turun terus menerus mulai Jumat, dan beberapa wilayah sudah terendam air, tetapi proses belajar mengajar di sekolah ini tetap dilaksnaan.
  Namun, bencana itu akhirnya tiba. Sekitar pukul 10:30 Wita, genangan air menerobos masuk ke halaman dan kemudian dalam sekejap genangan itu, bukan hanya menutupi halaman, tetapi langsung menerjang ke ruangan-ruangan.
  Ketika itu, pihak sekolah langsung mengambil keputusan, proses belajar-mengajar dihentikan. Para murid dan guru langsung berhamburan menyelamatkan diri. Meski ada pihak yang mencoba menyelamatkan aset di sekolah tersebut, ternyata terjangan banjir di siang hari itu tidak bisa dibendung.
  Tak lama kemudian, setelah semua orang di sekolah itu menyelamatkan diri, genangan air yang diperkirakan sekitar dua meter tersebut telah merendam seluruh ruangan gedung sekolah. Bangku-bangku sudah hanyut dibawa air. Sementara fasilitas lain pun ikut hanyut.
  Di bagian depan, pagar tembok ikut ambruk dihajar aliran banjir. Demikian juga dengan pagar bagian belakang.
  Dua hari kemudian, masyarakat dan para guru dan murid datang membenahi kerusakan. Mereka memungut bagian-bagian koputer, meja dan bangku yang belum sempat hanyut, serta buku-buku perpustakaan yang tersangkut dan tidak sampai dihanyutkan air. (m)

Jumat, 16 Januari 2009

Sungai Meluap, Ratusan Rumah Terendam di Luwu Timur


JURnaL - Ratusan rumah di Kecamatan Burau, Kabupaten Luwu Timur, dikabarkan terendam banjir, sekitar Jumat (16/1) subuh sekitar pukul 04:00 Wita. Hal terjadi karena meluapnya Sungai Lanosi.  Camat Burau, Muhammad Salman, seperti dilansir tribun-timur.com menjelaskan, banjir itu juga menggenangi sekitar 10 hektar kebun tanaman kakao milik warga setempat. Salman menjelaskan, air yang mengali dari hulu sungai membawa sejumlah pohon besar menyebabkan aliran sungai menjadi terhambat sehingga air meluap hingga ke jalan. Diduga pohon kayu besar yang terbawa air sungai itu berasal dari penebangan liar yang terjadi di hulu sungai.  Jumat pagi, Pemerintah Kabupaten Luwu Timur sudah mengirim bantuan sejumlah mie instan, air bersih dan makanan lainnya. Banjir tidak hanya merendam seratusan rumah dan puluhan hektare lahan kebun kakao milik petani tetapi juga menyebabkan kerusakan jalan. Bila kerusakan tersebut tidak segera diperbaiki akan menjadi besar sehingga bisa merusak badan jalan dan sangat berbahaya karena rawan kecelakaan, khususnya kendaraan. (m)

Korban Teratai Prima Dicari Lewat Ritual


JURnaL - Berbagai upaya pencarian korban KM Teratai Prima selalu membawa hasil nihil. Akhirnya pihak keluarga korban menempuh cara alternatif dengan menggelar ritual.
Jumat (16/1) pagi, keluarga korban asal Pinrang memotong ayam. Setelah disemebelih, ayam tersebut dibuang ke laut Majene.
Disamping ayam, keluarga korban juga membuang telur ke laut. Menurut dukun pembimbing ritual tersebut, diharapkan setelah membuang tumbal, segala sesuatu yang tersembunyi, bisa muncul ke permukaan laut. Keluarga korban berharap, keluarganya yang korban, bisa ditemukan.
KM Teratai Prima mengalami musibah, Minggu (11/1) subuh sekitar pukul 04.00 wita. Kapal mengangkut sekitar 250 penumpang dan 17 anak buah kapal (ABK) tenggelam di perairan Majene, Sulbar, dalam perjalanan dari Parepare ke Samarinda, Kalimantan Timur. Dari jumlah tersebut, menurut Kabag Pelayanan PT Jasa Raharja Cabang Sulawesi Selatan, Asdar B, hanya 144 yang tercatat di manifes.
Sementara Jumat, ratusan keluarga korban berkumpul di depanKantor Administratur Pelabuhan (Adpel) Parepare. Ratusan keluarga korban tersebut berharap peroses identifikasi berjalan cepat, karena sebagian besar keluarga korban tersebut sudah berada di pelabuhan Parepare sejak hari pertama pasca kejadian.
Jumat pagi, KRI Untung Suropati kembali menemukan empat jenazah. Informasi ini membuat para keluarga korban dan masyarakat berduyun-duyun memenuhi Pelabuhan Nusantara Parepare. (m)

Bantuan Menumpuk di Posko


JURnaL - Tidak terkoordinirnya tanggap darurat bencana banjir di Polewali Mandar (Polman) dan Mejene, Provinsi Sulawesi Barat, membuat hingga Jumat (16/1) siang sejumlah bantuan masih menumpuk di Posko Induk yang dibuka Dinas Sosial, Polman di Kota Polewali, Ibukota Kabupaten Polman.
Tim Assessment dari Jaringan Masyarakat Peduli Bencana (JMPB) Makassar yang berada di Polewali, Jumat siang melaporkan, lantaran tidak ada kordinasi yang baik, akhirnya bantuan-bantuan juga tidak terkoordinir dengan baik.
Tim JMPB Makasar Ai Marjayanti dari JURnaL Celebes dan Haedar Tasaka dari AMAN Sulsel melaporkan, para pemberi bantuan ada yang menyerahkan ke Posko Induk. Sebagian menyerahkan langsung di kolasi-lokasi terkena bencana banjir.
Bantuan dari caleg atau partai politik, umumnya diserahkan langsung ke warga yang terkena dampak bencana.
Bencana yang menimpa dua kabupaten, Minggu 11 Januari lalu dengan menewaskan delapan warga tersebut, terkesan tidak ditanggulangi dengan baik. Tidak ada tim SAR, karena hampir semua tim SAR dari Sulsel maupun Sulbar dikerahkan untuk pencarian penumpang KM Teratai Prima yang tenggelam di perairan Majene Sabtu pekan lalu.
Hingga Jumat, beberapa wilayah masih terisolir. Hal ini disebabkan terputusnya sarana jalan dan jembatan, sementara pemerintah daerah setempat belum mengarahkan alat-alat berat untuk menanggulangi kendala tersebut. (m)

Kamis, 15 Januari 2009

Relawan Bencana Bingung


JURnaL - Para relawan dan pihak-pihak yang terlibat dalam penanggulangan pasca bencana banjir di Kabupaten Polewali Mandar (Polman) dan Kabupaten Majene Sulawesi Barat, hingga Kamis (15/1) kebingungan. Hal ini diakibatkan tidak terkoodinirnya tanggap darurat bencana yang terjadi Sabtu 10 Januari 2008 lalu yang menewaskan delapan warga tersebut.
Tim Assessment dari Jaringan Masyarakat Peduli Bencana (JPMB) Makassar, Ai Marjayanti dari JURnaL Celebes dan Haedar Tasaka dari AMAN Sulsel, Kamis siang melaporkan, seberulnya banyak relawan berpartisipasi dalam upaya penanggulangan bencana banjir tersebut. Hanya saja, terpaksa para relawan itu harus jalan bekerja sendiri-sendiri, karena tidak ada koordinasi yang memadai.
Pemerintah daerah membuka posko di Polewali, namun posko tersebut tidak lebih dari tempat mengumpulkan bantuan material dan data-data seadanya. Sementara sarana informasi juga tidak memadai.
Kesulitan ini juga dialami para jurnalis untuk meliput peristiwa ini. Disamping itu, tidak terkoordinir dengan baik, para warga penerima dampak bencana pun enggan untuk berhubungan dengan posko. Sebagian mala belum mengetahui kalau ada posko induk.
Kondisi seperti ini, menurut laporan dari JMPB Makassar, mengakibatkan minimnya bantuan, terutama untuk obat-obatan atau sarana air bersih.
Sampai Kamis, belum ada laporan tentang warga penerima dampak bencana yang mengidap penyakit pascrabencana. Tetapi tidak tertutup kemungkinan, satu atau dua hari ke depan, hal ini bisa terjadi, mengingat warga mengalami kesulitan untuk memperoleh air bersih. (m)

Wilayah Terisolir, Korban Bencana Terpencar


JURnaL - Genangan banjir di Sulawesi Barat yang merendam sejumlah wilayah Kabupaten Polewali Mandar (Polman) dan Kabupaten Majene, Sabtu 10 Januari 2009, sudah surut. Meskipun demikian, beberapa wilayah masih terisolir.
Tim Assessment dari Jaringan Masyarakat Peduli Bencana (JMPB) Makassar menginformasikan, sampai Kamis (15/2) siang beberapa desa di Kecamatan Tutar, Kecamatan Tinambung, dan Kecamatan Allu di Kabupaten Polman, masih terisolir. Beberapa bagian infrastruktur berupa jalan raya dan jembatan terputus. Sementara peralatan berat untuk segera memperbaiki infrastruktur yang rusak tersebut tidak tersedia.
Tim Assessment JMPB Makassar Ai Marjayanti dari JURnaL Celebes dan Haedar Tasaka dari AMAN Sulsel, Kamis siang melaporkan, terisolirnya beberapa desa akibat kerusakan jalan, mengakibatkan para relawan mapun bantuan, belum bisa terakses ke masyarakat penerima risiko bencana.
Jika situasi seperti ini berlangsung beberapa lama, dipastikan warga yang terkena dampak bencana akan kekurangan pangan, terutama air besih. Tim JMPB Makassar hingga Kamis juga belum bisa memastikan kondisi warga yang terisolir.
Sementara warga di sejumlah kecamatan terkena dampak bencana yang mengakibatkan delapan korban jiwa tersebut, hingga Kamis sudah membersihkan rumah masing-masing. Sarana umum seperti sekolah di beberapa desa yang masih tergenang hingga Kamis, belum dibuka.
Hampir semua warga yang terkena dampak bencana banjir tersebut, mengalami kesulitan memperoleh air bersih, lantaran sarana air bersih yang umumnya adalah air sungai dan sumur, masih digenangi lumpur.
Sementara upaya penanggulangan bencana dari Satkorlak dan Satlak setempat tidak terlaksana dengan memadai. Bantuan dan upaya itu hanya mampu menjangkau warga yang terkena dampak bencana yang mudah diakses.

Mengungsi di Rumah Keluarga

JMPB Makasar juga melaporkan, sulitnya mendata warga terkena dampak bencana karena umumnya mereka mengungsi di rumah-rumah keluarga. Pemerintah daerah setempat menyedikan posko induk di ibukota Kabupaten Polman, Polewali.
Sementara tim penanggulangan bencana yang degan serba terbatas, kesulitan membangun tenda-tenda untuk para pengungsi, karena lebih dahulu warga peterima dampak bencana mengungsi ke rumah keluarga masing-masing.
Upaya penanggulangan bencana ini juga tampaknya kekurangan hampir semua kebutuhan.
Kekurangan ini juga kemungkinan karena hampir semua perhatian tersedot ke upaya pencarian para korban penumpang KM Teratai Prima yang tenggelam di perairan Majene dalam pelayaran Parepare-Banjarmasin, Sabtru pekan lalu. (m)

164 Penumpang ”Siluman”

JURnaL - Dugaan tentang adanya penumpang siluman yang diangkut KM Teratai Prima, yang tengelam di perairan Majene, Sabtu (11/1), ternyata bukan isapan jempol. Pihak Asuransi Jasa Raharja Parepare menemukan 164 penumpang kapal yang berlayar dari Parepare tujuan Samarinda itu tidak terdaftar dalam manifes penumpang. Sementara Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KPPP) mencatat 58 penumpang ”siluman”.

Sementara pencarian terus dialukan sampai Kamis. Namun, upaya itu membawa hasil nihil, meski telah melibatkan semua pihak.

Jasa Raharja Parepare melaporkan, 164 keluarga para penumpang yang datang melapor dan tidak tercatat dalam manifes pelayaran. Berdasarkan data, sebanyak 250 penumpang serta 17 anak buah kapal (ABK) tercatat dalam manifes. Sementara yang tercatat dalam manifes baru 165 orang yang melapor.

Di Parepare dua kapal pencari KAL Samalona dan Kapal Patroli Polair Sulselbar bahkan harus kembali ke Pelabuhan Cappa Ujung Parepare setelah melakukan pencarian selama satu jam di Perairan Polewali

Hingga Kamis petang, namun, hingga kemarin sore, tidak juga ketemu. Guna memaksimalkan pencarian korban, TNI AL menambah armada kapalnya.KRI Slamet Riyadi (KRI SRI) 532 dengan satu helikopter juga langsung melakukan pencarian. KRI yang didatangkan dari Surabaya ini dipimpin oleh komandan Kolonel Laut (P) Nur Hidayat..

Karena pencarian yang nihil, sejumlah keluarga koraban memutuskan untuk melakukan pencarian sendiri.

Bahkan seorang penumpang yang selamat Dg Gassing (35) asal Takalar, melakukan pencarian sendiri, seperti dilansir Tribun Timur. Ia jugalah yang menyelamatkan nahkoda kapal, M Sabir. Gassing menceritakan bagaimana kapal tersebut tenggelam. Saat di kapal ia bersama anak dan mertuanya yang hingga kini belum ditemukan. Presiden SBY sempat menanyakan mengapa M Sabir selamat.

Kamis (15/1) adalah pencarian hari kelima. Rencananya pencarian akan dihentikan pada hari ketujuh. Namun Kepala Dinas Perhubungan Sulawesi Selatan (Dishub) Sulham Hasan, mengatakan, sesuai instruksi menhub waktu pencarian bisa saja diperpanjang lebih dari satu minggu jika kondisi lapangan memang memungkinkan. (m)

Rabu, 14 Januari 2009

Banjir Terjang Sulbar-Sulsel


Bencana banjir melanda sejumlah wilayah di Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Di Sulawesi Barat, banjir menerjang wilayah Polewali dan Majene. Hingga Senin 11 Januari 2008, tercatat delapan orang korban tewas. Banjir di Sulbar terjadi di Wilayah Polman masing-masing di Wonomulyo, dan Mapilli, Tinambung. Sementara di Kabupaten Majene di Banggae Timur, Sendana, Banggae Timur, Malunda.
  Banjir di wilayah ini hampir terjadi setiap tahun. Namun, dari jumlah korban material maupun jiwa, banjir kali merupakan terbesar selama lima tahun terakhir.
  Selain menimbulkan korban jiwa, banjir kali ini juga merusak berbagai sarana umum, seperti sekolah, jalan, jembatan dan ratusan rumah penduduk. Banjir juga menyebabkan sejumlah infrastruktur rusak. Jalur lalulintas jadi lumpuh.
  Banjir melanda wilayah ini setelah hujan deras turun terus-menerus mulai Jumat hingga Sabtu pagi menyebabkan sejumlah wilayah tergenang. Beberapa sungai misalnya Sungai Maloso, Sungai Puppole, Sungai Mandar meluap, menyebabkan Bendungan Sekkasekka harus harus jebol. 
  
Banjir Ajatappareng 
Dalam waktu yang sama, di Sulawesi Selatan, banjir juga melanda beberapa daerah. Misalnya wilayah Ajattappareng, meliputi Kabupaten Barru, Parepare, Sidrap, dan Pinrang diterjang banjir. Ribuan hektare (ha) tanaman padi terendam banjir. Di Barru,banjir menerjang Kecamatan Mallusetasi, Soppeng Riaja,Balusu,Barru,dan Tanete Riaja. Ketinggian air mencapai pinggang orang dewasa. 
  Banjir juga menenggelamkan fasilitas umum seperti sekolah, rumah ibadah, pasar, kantor polisi, kantor camat, dan kantor desa.Akibatnya, sejumlah sekolah diliburkan. Di Kota Bandar Madani, Parepare, banjir menggenangi Kecamatan Bacukiki. Ketinggian air mencapai satu meter lebih.Akibatnya, jalur utama yang menghubungkan Parepare-Makassar, terputus selama beberapa jam. 
  Bukan hanya itu, ratusan rumah yang ada di lingkungan Lontangge dan Manggimpuru terendam air setinggi satu meter. Bahkan, sawah dan tambak yang ada di pinggiran Sungai Karajae Bacukiki,juga rusak berat. Kabupaten Pinrang juga tidak luput dari genangan air akibat tingginya curah hujan dalam tiga hari terakhir.Kecamatan Mattiro Sompe, Lanrisang, dan Suppa. 
  Selain tanaman padi yang terendam, juga memutus jalur utama sejauh satu kilometer yang menghubungkan Kelurahan Langga, Kecamatan Mattiro Sompe,dengan kota Pinrang.

Di Soppeng 
  Banjir juga menerjang Kabupaten Soppeng hingga kemarin masih menggenangi rumah Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Soppeng Sulhan. Kabupaten yang dikenal sebagai penghasil kelelawar ini terjadi di Lingkungan Madining, Kelurahan Attangsallo, Kecamatan Marioriawa tepat di jembatan atau jalan raya yang menuju ke Danau Tempe. 
  Pengungsi korban banjir yang berada di Posko Induk mencapai sekitar 500 jiwa atau 120 KK. Informasi terakhir yang disirkan media masa, kondisi air sudah turun yakni mencapai sekitar di bawah setengah meter. Sementara empat korban meninggal belum bisa dievakuasi karena tertimbun sampah reruntuhan. (mus) 

250 Warga ’’Ditelan’’ Samudra


Bencana laut kembali terjadi. Musibah rutin yang tampaknya tidak bisa diminimalisir. Musibah laut itu menimpa Kapal Motor (KM) Teratai Prima, Minggu, 11 Januari 2008. Kapal yang memuat 250 penumpang itu berangkat dari Pelabuhan Cappa Ujung, Parepare, Sulawesi Selatan, menuju Samarinda, Kalimantan Timur. Teratai Prima tenggelam di Majene, Sulawesi Barat, dekat dengan tempat jatuhnya pesawat Adam Air awal 2007. 

Dari 249 penumpang, hingga Senin 12 Januari, baru 22 korban selamat yang ditemukan. Dengan demikian, sekitar 200-an korban yang belum diketahui nasibnya.

Dalam keteranganya kepada media massa, Kepala Administrator Pelabuhan Parepare Nurwahida menyatakan, sesuai manifes kapal, jumlah penumpang 250 orang dengan muatan barang sekitar 200 ton. Kapasitas kapal 300 penumpang, dan kapal masih dalam kondisi laik. Seharusnya dalam waktu 10 jam kapal tiba di Samarinda

Menurut Nurwahidah, kapal berbobot mati 747 GT itu tenggelam karena dihantam angin puting beliung. ”Minggu sekitar pukul 02.00, KM Teratai Prima masih berkomunikasi dengan pemilik kapal di Samarinda. Kapal tenggelam sekitar pukul 03.00. Awak kapal yang selamat menerangkan kepada syahbandar Majene, kapal tenggelam karena angin puting beliung. Saat itu tinggi gelombang dua meter.

Paling Bobrok

Pelayanan transportasi laut antarpulau di Indonesia memang harus diakui sangat bobrok. Telah terjadi mekanisme koruptif di wilayah pelabuhan, sehngga keselamatan penumpang kerap diabaikan. 

Tingginya kebutuhan transportasi di tengah terbatasnya ketersediaan sarana transportasi menjadikan para operator pelayaran dan aparat memanfaatkan kondisi ini untuk mengambil ketungan. Akibatnya kualitas pelayanan menjadi sangat buruk, bahkan kadang tidak manusiawi.

Celakanya, peristiwa ini rutin terjadi sementara pemerintah tampaknya tida mampu mengatasi masalah ini. Karena itu, kualitas pelayanan yang tidak manusiawi ini dibiarkan, risiko musibah laut ini tidak akan mampu diminimalisir.

Kecelakaan Laut

Sesuai data dari Ditjen Perhubungan, selama 2008, terjadi 45 kasus kecelakaan laut, dengan 32 orang tewas, 13 cidera.

Sementara menurut data dari wikipedia, data musibah kapal tahu 2007 masing-masing 18 Oktober - KM Asita III tenggelam pada pk. 20.16 WITA di perairan Selat Kadatua.sekitar 10 mil dari Kota Baubau, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, 125 orang selamat, sedikitnya 31 orang meninggal dunia, dan 35 lainnya hilang. Tanggal 11 Juli - KM Sinar Madinah tenggelam di perairan Laut Selatan Desa Hu'u, Kabupaten Dompu, provinsi Nusa Tenggara Barat. Kapal tenggelam setelah dihempas gelombang setinggi lima meter. Tujuh orang awak kapal sempat terlilit jaring, namun enam orang berhasil menyelamatkan diri. Seorang anak buah kapal hilang bersama jaring yang melilit dirinya. 11 Juli - KM Wahai Star yang mengangkut sekitar 100 penumpang dan ribuan ton hasil bumi dari Leksula tujuan Ambon tenggelam di perairan antara Pulau Buru dan Ambon. Kemudian 22 Februari - Sedikitnya 25 orang tewas setelah KM Levina I jurusan Tanjung Priok–Pangkal Balam, Bangka yang mengangkut 291 penumpang terbakar di Selat Sunda. Lalu 4 orang di antaranya tewas saat melakukan investigasi pada bangkai kapal pada tanggal 25 Februari. Mereka tewas saat bangkai kapal tersebut tenggelam. mus