Untuk Pelestarian Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Lebih Baik

Selasa, 08 November 2011

Australia Sahkan UU Pajak Karbon


JURnaL Celebes. Sebuah langkah strategis, maju, dan popular diambil Parlemen Australia. Selasa (9/11), Parlemen Negeri Kanguru itu akhirnya meloloskan undang-undang pajak karbon. Regulasi ini mengatur pajak karbon sebesar US$23,78 per ton karbon untuk 500 perusahaan yang dianggap sebagai penghasil polusi terbesar mulai Juli 2012, sebelum melangkah ke skema pasar karbon pada Juli 2015.
Seperti diberitakan BBC, Selasa, lolosnya undang-undang ini menjadi tonggak reformasi ekonomi terbesar negeri itu dalam satu dekade terakhir. Selain itu, disahkannya undnag-undang pajak emisi karbon ini menjadi sebuah dorongan tambahan menjelang konferensi perubahan iklim di Afrika Selatan, Desember mendatang.
"Ini adalah sebuah langkah positif dalam upaya global menghadapi perubahan iklim. Ini menunjukkan Australia telah siap menggunakan mekanisme pasar dalam mengurangi emisi karbon melalui cara yang murah," kata analis karbon Deutsche Bank, Tim Jordan, kepada BBC.
Disahkannya undang-undang ini adalah kemenangan terbesar Perdana Menteri Julia Gillard yang mempertaruhkan pemerintahannya untuk skema pajak karbon paling komprehensif di luar Eropa, meski banyak kalangan menentang niatnya ini.
Perusahaan yang masuk dalam daftar 500 perusahaan ini harus mendapatkan izin untuk setiap ton karbon yang mereka hasilkan.
"Hari ini menandai awal masa depan energi bersih Australia. Hari ini adalah saat bersejarah, sebuah reformasi yang sudah lama tertunda," kata Menteri Keuangan Penny Wong di hadapan para senator Australia.
Sebelum undang-undang ini disahkan, politisi Australia terlibat dalam perdebatan panjang soal besaran pajak karbon selama satu dekade dan melewati 37 kali pengajuan ke parlemen.
Undang-undang ini nantinya akan mengikat Australia, Selandia Baru dan Uni Eropa dalam skema pasar karbon. Negara bagian Kalifornia, AS memulai skema sama pada 2013, sementara Cina dan Korea Selatan tengah membahas program perdagangan karbon.
India sudah memiliki undang-undang batubara, sementara Afrika Selatan berencana mengenakan pajak untuk para penghasil polusi tertinggi.
Selain mengenakan pajak bagi para polutan tertinggi, undang-undang ini juga menjamin pemberian insentif bagi perusahaan yang berinisiatif mengurangi emisi karbonnya.
Skema ini diharapkan bisa membantu Australia mencapai tujuannya mengurangi emisi karbon sebesar 5% pada 2020.
Namun efek pajak karbon ini segera dirasakan perekonomian negeri itu mulai dari sektor pertambangan hingga produsen LNG, penerbangan dan industri baja.
Semua sektor industri akan berlomba membuat perusahaan mereka lebih efisien dalam penggunaan energi dan mencari alternatif bahan bakar dengan menggunakan gas atau energi terbarukan lain.
Seperti diketahui, Australia menyumbang 1,5% emisi karbon global, namun kini negeri benua itu berkembang menjadi penghasil emisi karbon per kapita tertinggi dunia karena ketergantungannya terhadap batu bara untuk pembangkit listrik. (mus)

Senin, 07 November 2011

Dusun Dijadikan Hutan Lindung, Warga MattekoTuntut Kejelasan


Laporan Wawa Nirwana
AMAN Sulsel

JURnaL Celebes. Menelusuri jalan naik turun serta berkelok-kelok seperti huruf S. Dari kejauhan pemandangan indah nan asri jauh dari hiruk pukuk kota. Tidak lama berajalan dari Desa Ere Lembang, sekitar setengah jam terlihatlah Dusun Matteko yang di kanan kirinya hanya terdapat pohon pinus mengeluarkan aroma khas. Dusun tersebut berada di Kecamatan Tombbolo Pao, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Tanggal 31 Oktober 2011, Sardi Razak  Ketua Badan Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (BPH AMAN) Sulawesi Selatan beserta dua orang anggota komunitas Pattallasang  Mukhlis dan Ismail. Mereka  mengunjungi dusun tersebut atas permintaan Drs. Abdul Gani, Kepala Dusun Matteko, tiga hari sebelumnya.
Warga Dusun Matteko menyambut kedatangan BPH AMAN dengan rasa kekeluargaan. Sekitar 20 warga yang berkumpul di rumah kepala dusun bukan hanya orang tua, tetapi juga anak-anak dan  pemuda, lima diantaranya perempuan. Walaupun dengan wajah mengatuk  karena hari yang telah larut, namun mereka tetap bersemangat mengikuti diskusi yang difasilitasi oleh Ketua BPH AMAN Sulsel.
Sardi Razak lelaki yang akrab disapa Ian itu, mengawali diskusi dengan menerangkan masalah yang terjadi di beberapa daerah.
“Persoalan yang terjadi di dusun ini, juga terjadi di desa lain” kata laki-laki yang terlihat serius itu.
Puang Ramma (50) menceritakan bahwa jauh sebelum Indonesia merdeka, telah ada kampung di dekat Dusun Matteko. Kampung itu dinamakan Balombong. Namun kampung tersebut sekarang tidak dihuni lagi karena warganya telah pindah ke Dusun Matteko sejak 1957. Nama Matteko yang artinya berbelok-belok itu diberikan oleh seorang tokoh asal Blombong, yang sekarang telah tiada. Kini Dusun Matteko dihuni sekitar 80 kepala keluarga yang jaraknya berjauhan.
Warga Matteko serius memperhatikan penjelasan Ketua BPH
AMAN Sulsel dalam Diskusi. (foto: wawa
)
Pembibitan pinus di dusun Matteko dimulai sejak 1977. Penanaman pinus di dusun tersebut dimulai satu tahun setelah pembibtan.
“Pada tahun 1978 warga dusun disuruh menyiapkan lahan untuk penanaman pinus tapi itu tanpa penjelasan. Setahun setelah penanaman, Dinas Kehutanan Kabupaten Gowa kemudian menetapkan Dusun Matteko sebagai Kawasan Hutan Lindung (KHL),” kata Abd Gani yang juga menjabat sebagai kepala sekolah di madrasah tsanawiyah.
Sejak  Dishut menetapkan Dusun Matteko sebagai KHL, warga dilarang memafaatkan hasil hutan.
“Kami dilarang menebang pohon pinus, padahal kami yang menanamnya tapi kalau pohon lain tidak apa-apa,” kata Puang Ramma, yang juga seorang anggota veteran.
“Bahkan telah  ada dua orang yang ditangkap karena menebang pohon pinus,” lanjut Puang Ramma.
Warga yang ditangkap bernama Suhardi dan Salu. Keduanya  ditangkap sekitar tahun 2010 dan ditahan selama 14 bulan. Awalnya mereka menebang pohon karena  ingin membuat areal persawahan tetapi didapati oleh pihak kehutanan yang bertindak sebagai Polisi Kuhutanan (polhut) akhirnya merekapun ditangkap.
Dahulu warga Dusun Matteko mempunyai kelembagaan adat yang disebut sebagai Gallarang, Namun sejak penetapan KHL tersebut, kelembagaan merekapun terabaikan. Kini warga dusun Matteko merasa tidak tenang kerena tidak adanya kejelasan dari pihak kehutaan mengenai status dusun mereka apakah masuk dalam Kawasan Hutan Lindung (KHL) atau tidak.
Akhir dari pertemuan dengan BPH AMAN Sulsel, ada kesepakatan berupa beberapa agenda ke depan yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak warga Dusun Matteko yang selama ini tidak jelas statusnya. (wawa)