Untuk Pelestarian Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Lebih Baik

Selasa, 12 Juli 2011

Masyarakat Adat Kalumpang dan Bonehau Terancam Digusur PLTA

JURnaL Celebes-Mamuju. Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sungai Karama, Kecamatan Kalumpang, dan Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, membuat resah masyarakat dua kecamatan yang mayoritas adalah masyarakat adat tersebut. Sesuai perencanaan, untuk merealisasikan ketinggian waduk yang mencapai 100 meter yang dikerjalan investor dari China ini, sebagian penduduk akan direlokasi.

Kalvin Kalambo, salah seorang tokoh masyarakat adat Karama, yang juga anggota DPRD Provinsi Sulawesi Barat, menilai rencana pembangunan PLTA tersebut keliru dan tergesa-gesa.

“Bayangkan, tahun depan sudah akan dimulai, sementara belum ada rencana relokasi yang dapat diterima semua warga yang akan dipindahkan. Padahal diperlukan penelitian secara saksama, baik menyangkut ekologi, sosial budaya maupun dari aspek keadilan. Ini manusia Bung. Di tempat itu, tidak akan bisa diselesaikan dalam waktu hanya setahun,’’ papar Kalvin.

Menurut Kalvin, memindahkan ternak saja cukup repot, apalagi menyangkut nyawa manusia, dengan jumlah begitu banyak. Di wilayah itu juga memiliki ke khasan masyarakat yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan mereka yang sudah dijalani turun temurun.

‘’Makanya saya minta kawan-kawan supaya kita bareng-barenglah mendampingi masyarakat kita itu dari rencana kegilaan sksekutif,’’ tambah Kalvin.

Selain CGGC Chines Gezhouba Group Corporatiaon yang menjadi investor megaproyek itu, PT. Bukaka akan ikut ambil bagian dalam rencana pembangunan hydropower tersebut. Dari penelusuran Kontributor Jurnal Celebes, dipeoleh data bahwa bukan hanya masyarakat Kalumpang Bonehau yang merasa resah akan rencana Pembangunan PLTA Karama tersebut, namun masyarakat Kecematan Sampaga, Kecamatan Pangale yang berada dimuara sungai itu juga keberatan.

Warga mengkhawatirkan jika seandainya suatu waktu penampungan air yang di bangun dengan ketinggian 100 meter itu jebol, maka dua kecamatan ini akan tengelam. Kemudian dampak pertama yang akan dirasakan masyarakat di tiga desa di kedua kecamatan yang berada di hilir sungai karama itu ketika proyek tersebut mulai dikerjakan, adalah pencemaran terhadap usaha budidaya ikan bandeng dan udang. Menurut warga, sudah pasti air sungai yang mengalir ke muara keruh dan masuk ke tambak.

Direktur eksekutif Lembaga Investigasi Kasus-kasus Agraria dan Hak Azasi Manusia (Likaham), Syarifuddin, mengatakan rencana Gubernur Sulawesi Barat ini, kadang-kadang tidak rasional. Menurut Syarifuddin, Gubernur Sulbar pernah memberikan keterangan kepada sebuah media, menyatakan bahwa pembangunan PLTA tersebut akan sekaligus sebagai objek wisata yang akan dikunjungi 300.000 orang pertahun dan akan menjadi salah satu proyek PLTA terbesar didunia.

“Terbesar di dunia Pak, ha ha ha.. akan didistribusikan kemana aliran listrik yang diproduksi sebanyak itu?, dan dari mana pula akan mengambil keuntungan atau pengembalian dana investasi yang telah digunakan? Sulbar ini bukan daerah industri bukan pula tempat ngumpulnya orang kaya,’’ ungkap Syarifuddin yang merasa penyataan Gubernur itu tidak rasional.

Desa yang akan direlokasi masing-masing Kecamatan Kalumpang meliputi Desa Kalumpang, Desa Tumonga, Desa Karama, dan Desa Limbong. Sedangkan di Kecamatan Bonehau meliputi Desa Mappu, Desa Lumika, Desa Talondo, Desa Bonehau, Desa Saludurian, Desa Pelusian, Desa Banua ada’, dan Desa Salubatu.

Sementara wilayah hilir yang rawan pencemaran yakni di Kecamatan Sampaga masing-masing Desa Kalonding, Desa Tarailu, Desa Sampaga, dan Desa Bunde. Di Kecamatan Tommo masing-masing masing-masing Desa Pantaraan, Desa Bajo, Desa Tamemongga, Desa Pedasi, Desa. Di Kecamatan Pangale masing-masing Desa Lemolemo, Desa Pangale, Desa Kombiling. (sherliany syarif)

Tidak ada komentar: