Untuk Pelestarian Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Lebih Baik

Rabu, 04 November 2009

Dewan Pers Kurang Berdaya

JURnaL - Dewan Pers sebagai satu-satunya institusi pengawasan media dinilai memiliki kekurangan daya untuk mendorong tumbuhnya profesionalisme media. Dewan yang terdiri atas representasi wartawan dan perusahaan media ini juga dinilai terlalu sentralistik. Dengan demikian, idealnya peranan dewan pers dikembangkan ke daerah-daerah, agar fungsinya lebih efektif, efisien dan strategis.

Dalam diskusi yang dihelat JURnaL Celebes di Warkop 76 Makassar, Sabtu (31/10/2009), persoalan ini diungkapkan peserta diskusi terdiri atas organisasi masyarakat sipil dan para jurnalis. Diskusi tematik ini digelar JURnaL Celebes bekerja sama Yayasan Tifa ini merupakan rangkaian program pengembangan organisasi masyarakat sipil (OMS) pemantau media di Sulawesi Selatan.

Dewan pers dinilai kurang berdaya karena keterbatasan sumber daya untuk memantau banyaknya wartawan dan media serta berbagai masalah, terutama setelah era reformasi. Inisiatif untuk penetapan standat profesi dan standar kepalayakan media massa juga belum terealisasi. Belum lagi urusan sosialisasi regulasi dan lain-lain yang juga harus dilakukan Dewan Pers sendiri.

’’Kalau tidak sanggup dilakukan, Dewan Pers seharusnya punya perpanjangan tangan ke daerah-daerah atau ke lembaga-lembaga pemantau media. Bisa memberdayakan instistusi di daerah, supaya tidak terlalu terkesan sentralistk,’’ ungkap Jumadi Mappanganro, jurnalis dari Harian Tribun Timur.

Peserta diskusi juga menilai masyarakat memiliki kekuatan sangat strategis untuk mengawasi praktik media massa. Hanya saja, selama ini masyarakat kurang memiliki akses memadai atau ruang yang layak untuk berpartisipasi mendorong tumbuhnya media profesional. Masyarakat bingung kalau mendapati media yang melakukan kesalahan, di mana harus mengadu. Karena itu, jika ada upaya melibatkan masyarakat sipil dalam berpartisipasi, maka salah satu prasyarat adalah ada upaya peningkatan kapasitas masyarakat dalam memahami media massa.

Dalam diskusi itu juga menyoroti banyaknya wartawan menjalankan profesi yang tidak jelas. Banyak juga media hanya untuk memenuhi kepentingan tertentu. Media dan jurnalis seperti inilah sebenarnya menjadi ancaman bagi masyarakat.

Kemudian upaya mendorong media profesional dihadang berbagai kendala. Selain wartawan mengabaikan Kode Etik Jurnalistik, juga kehendak pemilik modal, atau kepentingan bisnis media. Karena itu harus ada kompromi antara pemilik modal dan pngelola di bidang redaksi. (m)

Tidak ada komentar: