Untuk Pelestarian Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Lebih Baik

Senin, 19 September 2011

Rakernas AMAN : Wabup Minta Cabut HGU Seko Fajar


Indah Putri Indriani

JURnaL Celebes-Sabbang. Wakil Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani kembali meminta kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengeluarkan rekomendasi pencabutan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT Seko Fajar Plantation di Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara. Pemkab Luwu Utara, Sulawesi Selatan menilai, HGU di atas lahan 23.718 hektar itu merugikan masyarakat adat yang mediami tujuh desa di Seko.
Permintaan itu disampaikan Indah Indriani pada pembukaan Rapat Kerja Nasional dan Konsultasi Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Lapangan Sabbang, Luwu Utara, Minggu (18/9/2011). Indah mengemukakan permintaan ini saat tampil sebagai narasumber Konsultasi Nasional sebelum giliran Kepala BPN Joyo Winoto menyampaikan pidato yang saat itu dilanjutkan dengan penandatanganan nota kesepahaman antara AMAN dan BPN.
Menurut Indah, semua proses pencabutan HGU PT Seko Fajar sudah direalisasikan, namun belum juga ada rekomendasi dari BPN.
Sementara Kepala BPN Joyo Winoto kepada wartawan setelah acara pembukaan Rakernas dan Konsultasi Nasional AMAN menyatakan bahwa permohonan dari Pemkab Luwu Utara untuk mencabut HGU PT Seko Fajar sudah diterima dan semua persyaratannya sudah lengkap. Namun, pihak BPN masih mengkaji permohonan tersebut sebelum mengeluarkan rekomendasi.
PT Seko Fajar Plantation memegang HGU sejak 1995. Perusahaan itu hanya satu tahun melakukan aktivitas pembibitan dan penanaman teh. Setelah itu, lahan HGU yang meliputi 85 persen luas wilayah Kecamatan Seko itu ditelantarkan hinga saat ini.
HGU PT Seko Fajar Plantation awalnya akan memanfaatkan lahannya untuk bidang perkebunan seperti teh hijau, kopi arabika, markisa dan tanaman hortikultura lainnya. Bukti penguasaan HGUnya tersendiri terlihat dalam sertifikat HGU Nomor 1/1996 tanggal 10 Agustus 1996 dengan lahan seluas 12.676 hektar dan berakhir hingga 16 Agustus 2020 sedangkan HGU yang kedua bernomor 02/1996 tertanggal 16 Agustus 1996 seluas 11.042 hektar dan berakhir tanggal 16 Agustus 2020.
Masyarakat Seko kemudian merasa resah dengan kondisi ini, karena menduga ada kepentingan lain dari perolehan HGU yang kemudian ditelantarkan ini. Atas keserahan tersebut, masyarakat adat Seko meminta Pemkab Lutra untuk mencabut HGU tersebut karena merugikan masyarakat karena wilayah yang masuk HGU untuk merupakan kawasan keloa masyarakat.
Pada tahun 2009 lalu, Pemkab Luwu Utara ketika itu masih dipimpin Bupati Luthfi A. Mutty juga telah mendesak BPN untuk mencabut HGU perusahaan itu.  (must)

Tidak ada komentar: