Untuk Pelestarian Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Lebih Baik

Senin, 19 September 2011

Sony Keraf : Pemerintah Abaikan Kedaulatan Pangan


(Tanah Adat dan Petani Jadi Sumber Utama Pangan Nasional)

Sony Keraf
JURnaLCelebes-Masamba. Mantan Menteri Lingkungan Hidup, Sony Keraf, mengkritik pemerintah karena hanya mengejar ketahanan pangan dan mengabaikan kedaulatan pangan. Akiabtnya, pemerintah hanya bertumpu pada ketersiadaan hasil bumi dan impor pangan yang justru akan mengancurkan potensi pangan-pangan lokal yang akan berdampak pada krisis pangan nasional.
Pernyataan ini disamapikan Sony Keraf pada Rapat Umum dan Konsultasi Nasional menandai pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Lapangan Sabbang, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Minggu (18/9/2011.
Tampil sebagai narasumber di hadapan sekitar 150 masyarakat adat yang memenuhi Lapangan Kecamatan Sabbang itu, Sony Keraf juga menyatakan tanah-tanah adat dan petani menjadi sumber utama produksi yang memenuhi kebutuhan pangan nasional. Karena itu dalam kebijakan adaptasi perubahan iklim dan REDD+, masyarakat adat harus dilibatkan karena sebagai pemilik wilayah adat, hidup mereka sangat tergantung pada hutan. Sebagai pengawal hutan dan sumber daya alam, masyarakat adat menjadi benteng terakhir yang menjaga kelangsungan pangan masa depan.
Tentang ketahanan dan kedaulayan pangan, Sony mengatakan, kedaulatan atas pangan tidak sama dengan ketahanan pangan. Ketahanan pangan dapat berarti negara bertumpu pada hasil bumi atau produk-produk impor dari luar untuk memenuhi kebutuhan pangan. Sementara kedaulatan atas pangan bertumpu pada kekuatan lokal dalam negeri, untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. Jika pola ketahanan pangan terus dipertahankan, pemerintah akan merusak potensi lokal dan itu berarti merusak potensi pangan nasional.
‘’Biarkan orang NTT makan jagung, jangan dipaksa makan nasi. Biarkan orang Papua makan sagu dan jangan dipaksa makan nasi, sebab sumber kekuatan lokal mereka adalah jagung dan sagu, bukan beras. Biarkan orang Luwu Utara makan nasi dan sagu karena dua sumber pangan itu berada di sini. Kalau masing-masing daerah sudah bertumpu pada kekuatan pangan lokal masing-masing, pemerintah tidak perlu susah payah dan ironis mengimpor beras, kedele, kacang,’’ papar Sony Keraf.

Penulis buku Etika Lingkungan Hidup ini  juga mengkritik pengelolaan sumber daya energi yang hampir secara keseluruhan masih bertumpu pada minyak bumi dan batubara. Menurut Sony, pemerintah Indonesia harus melakukan identifikasi dan mendorong pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan, misalnya panas bumi, mikrohidro, panas matahari, atau gas dari kotoran hewan, yang dapat diakses dan dikelola oleh masyarakat adat.
‘’Padahal sesuai pengalaman, dua ekor sapi bisa menghasilkan energi gas untuk memenuhi kebutuhan beberapa rumah tangga, selain menghasilkan pupuk organik,’’ ungkap Sony memberi contoh.
Lahan-lahan produktif, tambah Sony, sumber-sumber pertanian rakyat, sumber-sumber air dan sumber-sumber pangan organik harus dilindungi dan dilestarikan. Sepanjang sejarah proses ini telah dilakukan masyarakat adat.
Rakernas dan konsultasi nasional AMAN berlangsung mulai 18-22 September 2011 di Masamba, Ibukota Kabupaten Luwu Utara dan Desa Rinding Allo, Kecamatan Limbong, Kabupaten Luwu Utara. Konsultasi nasional dan rapat umum dilangsungkan di Masamba, sementara rakernas dihelat di Desa Rinding Allo, sebuah kampung komunitas adat Rongkong di dataran tinggi gugusan verbek Sulawesi. (mustam arif)

Tidak ada komentar: