Catatan JURnaL Celebes tentang SDA, Lingkungan Hidup, dan Bencana Ekologis, di Sulawesi Selatan 2009 (3)
Ada dua sumber daya alam di pesisir dan laut hingga 2009 mengalami degradasi cukup parah yakni hutan bakau (mangrove) dan terumba karang. Data dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Sulawesi Selatan menyimpulkan bahwa 90 persen hutan mangrove di Sulsel mengalami kerusakan cukup parah. Data dari Bapedalda saat ini hutan bakau tersisa 26.000 ha dari 214.00 ha yang tersisa.
Sesuai data dari Dinas Kehutanan Sulsel, habitat hutan mangrove di Sulsel tercatat 132.900 ha, dan mengalami kerusakan cukup parah. Kerusakan umumnya diakibatkan oleh over eksploitatif atau konversi (alihfungsi) menjadi areal tambak, pemukiman dan areal industri. Kasus terakhir, di awal tahun ini, adalah alihfungsi hutan bakau menjadi areal pariwisata di Selayar.
Data dari Dinas Kehutanan, sampai 2009, Pemprov Sulsel sudah merehabilitasi 5.920 ha melalui program Gerhan. Sementara Bapedalda menyatakan tingkat keberhasilan menekan laju dovorestasi bakau hanya sekitar 10 persen, karena bebagai kendala yakni yakni faktor alam dan kurangnya pemberdayaan masyarakat.
Tahun 2009, Dinas Kelautan dan Perikanan merilis data September 2009, 55 % terumbu karang di Sulsel mengalami kerusakan parah. Laju kerusakan rata-rata pertahun termasuk tahun 2009 seluas 57,6 ha. Wajo mencapai peringkat pertama kerusakan terumbu karang denan mencapai 70 persen dari terumbu karang yang tersisa.
Kerusakan cukup parah juga terjadi untuk terumbu karang di gugusan kepulauan spermonde.
Umunya kerusakan diakibatkan pencemaran limbah rumah tangga dan industri, pengaruh perubahan iklim, serta penangkapan ikan tidak ramah lingkungan. Sementara rehabilitasi terumbu kurang mendapat perhatian seperti kerusakan hutan. (mu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar